MAKASSAR - Debat Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan yang berlangsung di Hotel Four Points, Senin malam, 28 Oktober 2024, memunculkan salah satu isu penting yang terus menjadi perbincangan: data kemiskinan di Sulawesi Selatan.
Kandidat nomor urut 2, Andi Sudirman Sulaiman (ASS), yang pernah menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan, mengangkat isu peningkatan kemiskinan di Kota Makassar selama masa pemerintahannya.
Tuduhan ini seolah ditujukan langsung kepada pesaingnya, Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto, Wali Kota Makassar dua periode yang kini menjadi calon gubernur.
Dalam debat tersebut, Andi Sudirman menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Makassar mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir, memberikan kesan bahwa pengelolaan kota di bawah Danny kurang efektif dalam mengatasi masalah kemiskinan.
Namun, pernyataan ini mendapat respons tegas dari Asri Tadda, juru bicara pasangan Danny Pomanto dan Azhar Arsyad (DIA). Menurutnya, tuduhan ini tidak mencerminkan gambaran yang sesungguhnya terkait dinamika kemiskinan di Kota Daeng dan hanya menyederhanakan persoalan.
Fluktuasi Data Kemiskinan Sulawesi Selatan dan Kota Makassar
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Sulawesi Selatan menunjukkan tren fluktuatif. Pada 2021, angka kemiskinan berada di 8, 78%, turun menjadi 8, 63% pada 2022, namun kembali naik tipis menjadi 8, 70% pada 2023.
Di Kota Makassar sendiri, persentase kemiskinan pada 2021 tercatat sebesar 4, 82%, turun menjadi 4, 58% pada 2022, namun mengalami kenaikan kembali menjadi 5, 07% pada 2023.
Asri menjelaskan, meskipun secara statistik terdapat peningkatan angka kemiskinan di Makassar, yakni sekitar 0, 25% atau setara dengan 5.630 jiwa selama periode 2021 hingga 2023, hal tersebut tidak bisa serta merta diartikan sebagai kegagalan pemerintah kota.
“Faktanya, Kota Makassar menanggung beban besar dari urbanisasi yang terjadi, di mana pertumbuhan ekonomi yang tinggi membuat banyak masyarakat dari daerah lain datang ke kota ini untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik, ” ujarnya pada Rabu, 30 Oktober 2024, dilansir KarebaDIA.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies untuk Semua
|
Ia menambahkan, meskipun persentase kemiskinan di Makassar meningkat, jumlah penduduk miskin di seluruh provinsi justru juga bertambah. Pada 2021, jumlah penduduk miskin di Sulsel sekitar 780.000 jiwa, yang kemudian meningkat menjadi 790.000 jiwa pada 2023.
“Ini berarti, separuh dari peningkatan jumlah penduduk miskin di Sulsel dipikul oleh Kota Makassar, ” beber Asri.
Urbanisasi dan Pertumbuhan Ekonomi yang Menggeliat
Asri Tadda menyoroti bahwa peningkatan jumlah penduduk miskin di Kota Makassar dapat dijelaskan dengan fenomena urbanisasi. Makassar sebagai ibu kota provinsi dan pusat ekonomi regional menarik banyak migran dari daerah-daerah sekitarnya yang mencari peluang kerja.
Data BPS menunjukkan bahwa populasi Makassar tumbuh dari 1, 424 juta jiwa pada 2021 menjadi 1, 454 juta jiwa pada 2023, menambah sekitar 20.520 jiwa selama dua tahun tersebut. Sebagian besar migran ini, lanjut Asri, adalah masyarakat dengan latar belakang ekonomi lemah yang mengadu nasib di perkotaan.
Ia juga merujuk pada riset Luciana Sari dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) pada 2018, yang menunjukkan bahwa peningkatan 1% pada Upah Minimum Kota (UMK) dapat memicu peningkatan urbanisasi hingga 5, 45%.
“UMK Makassar meningkat 3, 4% pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, dan pada 2023 bahkan naik lebih tajam, yakni 6, 93?ri tahun 2022. Peningkatan ini menarik lebih banyak orang datang ke Makassar, ” ungkap Asri.
Selain urbanisasi, Asri memaparkan fakta bahwa meskipun jumlah penduduk miskin meningkat, Kota Makassar justru mengalami penurunan signifikan dalam Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Pada 2021, TPT di Makassar berada di angka 13, 18%, namun pada 2023, angka itu turun drastis menjadi 10, 60%.
“Ini bukti bahwa Kota Makassar mampu menyerap tenaga kerja dengan baik meski ada peningkatan migrasi, ” terangnya.
Kontribusi Makassar terhadap Perekonomian Sulawesi Selatan
Asri juga menyoroti kontribusi besar Kota Makassar terhadap ekonomi Sulawesi Selatan secara keseluruhan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Makassar meningkat signifikan dari Rp190, 3 triliun pada 2021 menjadi Rp226, 9 triliun pada 2023.
Pertumbuhan ekonomi Makassar pun mencapai 5, 31% pada 2023, jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Sulsel yang hanya 4, 51% pada tahun yang sama.
“Kota Makassar menopang 39-40 persen ekonomi Sulawesi Selatan. Fakta ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di daerah lain belum sebanding dengan apa yang dicapai Makassar. Seharusnya Pemprov bisa menjadi fasilitator untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah lain di Sulsel, bukan hanya bergantung pada Makassar, ” ujar Asri.
Menurutnya, peningkatan jumlah penduduk miskin di Makassar sebenarnya menjadi cerminan bahwa pemerintah provinsi di bawah ASS gagal mendorong pembangunan yang merata di seluruh wilayah Sulsel.
“Masyarakat dari daerah-daerah lain terpaksa pindah ke Makassar karena daerah asal mereka tidak mampu menawarkan kesempatan ekonomi yang lebih baik, ” jelasnya.
Visi Sulsel Global Food Hub Danny-Azhar
Asri meyakini bahwa pasangan Danny Pomanto – Azhar Arsyad memiliki konsep yang jelas dan prospektif untuk memacu pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah Sulawesi Selatan, bukan hanya di Makassar.
Melalui visi Sulsel Global Food Hub, Danny-Azhar berencana mengembangkan sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kelautan, pariwisata, dan ekonomi kerakyatan untuk menciptakan ekonomi yang inklusif dan merata.
“Visi ini bertumpu pada potensi Sulawesi Selatan sebagai lumbung pangan nasional, yang bisa menjadi motor penggerak ekonomi di setiap kabupaten dan kota, sehingga problem kemiskinan dapat diatasi secara lebih komprehensif dan berkelanjutan, ” tutup Asri. (*)